Kebumen, 18-8-2008
oleh: Nur Amelia
Berjalan sendiri menapaki malam
gelap sesaat lalu temaram
adakah diri masih tangguh telusuri liku jalan
kala semua pergi meninggalkan
Bila kusebut ini perjuangan
apakah ia memang menyakitkan
dan ...
hanya derita yang terlahirkan
Pun
jika ini disebut pengorbanan
apakah harus semua tergadaikan
ah...atau ini kah cobaan
yang seharunya menuntut kesabaran
jika kiranya ada penawaran
cukup satu permintaan
ajari aku makna kehidupan
Kelak kan ada perhitungan
izinkan aku tidur dalam ketenangan
saat itu tak ada ruang untuk kebohongan
apalagi penipuan
maka kini hanya ada keinginan
tuk lakukan pengabdian
dekap aku dalam kasihMu yaa Rahman
agar diri ini terbuai dalam keikhlasan
Senin, 13 Oktober 2008
Selasa, 30 September 2008
HAPPY iED FitRi

untuk semua sahabat, kerabat, saudara,tetangga,teman,mitra dan siapapun yang telah menjadi bagian dalam setiap episode hidupku..dengan kerendahan hati izinkan saya mengucapkan
SELAMAT HARI RAYA IEDUL FITRIN 1429 HIJRIAH
TAQABBALALLHU MINNA WA MINKUM
MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN
TAQABBALALLHU MINNA WA MINKUM
MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN
Senin, 28 Juli 2008

Sudah hampir dua pekan ini saya mengalami batuk, influenza, demam disertai sakit kepala. Sejak pulang dari Muktamar di Pontianak 16-12 Juli 2008, beberapa teman-teman aktivis PB PII juga mengalami kondisi serupa. Sakit, tepatnya satu kata ini mewakili kondisi kami. Saya pribadi cukup tersiksa dengan kondisi ini, mengingat masih banyak tugas dan kerjaan yang harus segera diselesaikan. Salah satunya menyusun struktur kepengurusan Korpus Korps PII Wati 2008-2010, yang cukup menyita energi.
Di Darut Tauhid (AA Gym mendengar suara batuk bersahut-sahutan), lantas meminta jamaah shalat maghrib mendo'akan kami yang sakit. Saya cukup tersentuh, dan memiliki semangat kembali untuk segera sembuh. Sakit, oleh seorang teman pernah mengingatkan, bahwa sakit-nya seorang aktivis adalah "peringatan" untuk segera beristirahat. Banyak diantara aktivis, seringkali melalaikan kondisi fisik dengan gaya hidup yang tidak sehat (pola makan tidak teratur, tidur hingga larut malam karena keasikan berdiskusi, malas berolahraga dll). Padahal, raga atau jasadiyah manusia adalah juga amanah yang dititip Allah untuk senantiasa dijaga. Saya kembali bersedih, apakah saya sendiri, telah cukup menjaga amanah tersebut.
Tidak jarang, banyak diantara aktivis yang diserang berbagai penyakit hingga berujung maut. Kita memang seringkali melalaikan kesehatan fisik. Apakah ini sebagai implikasi kita terlalu banyak memikirkan masalah yang terjadi di negeri ini atau di dunia ini? ataukah rasionalisasi tadi hanya sekadar apoloji atas ketidaksanggupan kita untuk memulai pola hidup sehat. Yah, sudah saatnya kita memulai mencoba pola hidup sehat. Kita masih muda, masih panjang waktu yang harus kita lalui. masih banyak tantangan yang harus kita rintangi dan masih lah lagi banyak persoalan yang harus kita selesaikan. Sebab perjuangan tidak hanya untuk hari ini.
Perihal sakit, seorang teman juga pernah mengingatkan.
"Tidak ada suatu apa pun yang menimpa seorang mukmin, walau duri sekalipun kecuali Allah menuliskannya sebagai kebaikan atau dihapusnya kesalahan."(HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abdullah bin Mas'ud r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Tidaklah dari seorang muslim yang tertimpa penyakit, sakit, atau yang semisalnya, kecuali Allah SWT merontokkan kesalahan-kesalahannya sebagaimana rontoknya pohon akan daun-daunnya."(HR. Bukhari)
Teman-teman Komunitas Menteng Raya 58 yang sedang sakit, tetaplah sabar dan sama-sama berikhtiar untuk segera SEMBUH
Di Darut Tauhid (AA Gym mendengar suara batuk bersahut-sahutan), lantas meminta jamaah shalat maghrib mendo'akan kami yang sakit. Saya cukup tersentuh, dan memiliki semangat kembali untuk segera sembuh. Sakit, oleh seorang teman pernah mengingatkan, bahwa sakit-nya seorang aktivis adalah "peringatan" untuk segera beristirahat. Banyak diantara aktivis, seringkali melalaikan kondisi fisik dengan gaya hidup yang tidak sehat (pola makan tidak teratur, tidur hingga larut malam karena keasikan berdiskusi, malas berolahraga dll). Padahal, raga atau jasadiyah manusia adalah juga amanah yang dititip Allah untuk senantiasa dijaga. Saya kembali bersedih, apakah saya sendiri, telah cukup menjaga amanah tersebut.
Tidak jarang, banyak diantara aktivis yang diserang berbagai penyakit hingga berujung maut. Kita memang seringkali melalaikan kesehatan fisik. Apakah ini sebagai implikasi kita terlalu banyak memikirkan masalah yang terjadi di negeri ini atau di dunia ini? ataukah rasionalisasi tadi hanya sekadar apoloji atas ketidaksanggupan kita untuk memulai pola hidup sehat. Yah, sudah saatnya kita memulai mencoba pola hidup sehat. Kita masih muda, masih panjang waktu yang harus kita lalui. masih banyak tantangan yang harus kita rintangi dan masih lah lagi banyak persoalan yang harus kita selesaikan. Sebab perjuangan tidak hanya untuk hari ini.
Perihal sakit, seorang teman juga pernah mengingatkan.
"Tidak ada suatu apa pun yang menimpa seorang mukmin, walau duri sekalipun kecuali Allah menuliskannya sebagai kebaikan atau dihapusnya kesalahan."(HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abdullah bin Mas'ud r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Tidaklah dari seorang muslim yang tertimpa penyakit, sakit, atau yang semisalnya, kecuali Allah SWT merontokkan kesalahan-kesalahannya sebagaimana rontoknya pohon akan daun-daunnya."(HR. Bukhari)
Teman-teman Komunitas Menteng Raya 58 yang sedang sakit, tetaplah sabar dan sama-sama berikhtiar untuk segera SEMBUH
Jumat, 09 Mei 2008
Menanti Kereta
Matahari siang kala itu cukup terik, menunggu kereta di stasiun Kalibata jadi membosankan. Di kiri kanan, tampak wajah-wajah lesu menunggu kereta. Kalau bisa menginterporetasikan, barangkali seperti ini ungkapan yang tak terverbalkan dalam hati mereka “ Pfhuufff…udah lapar, debu sana sini, panas, sesak, kereta lama, capeeeee dehhh”. Disampingku seorang bapak paruh baya membuka kantongan berisi gorengan yang baru saja dibelinya. Dia menawari orang-orang di sampingnya untuk turut mencicipi buah tangannya itu, termasuk kepadaku yang juga berada di sebelahnya. “Tidak, terima kasih Pak” jawabku.
Tidak berhenti di situ, Bapak tadi membuka perbincangan. “ Kerja di mana dik”. Untuk orang yang seprofesi dengan ku biasanya akan menjawab “ masih nganggur Pak”. Bekerja sebagai aktivis social, organisatoris pada lembaga nirlaba seringkali tidak dianggap sebagai sebuah pekerjaan. Di mata kebanyakan orang yang dimaksud dengan pekerjaan sebagai sebuah profesi ketika punya kantor tempat bekerja, dapat gaji yang rutin setiap bulan (bahkan dengan jumlah yang tetap), berpakaian rapi (berdasi kalau perlu) dan punya atasan. Lalu kujawab “ pekerja social Pak”.
Obrolan belum berhenti, “cita-citamu apa dik?”. “ politisi!” , ups…jawaban itu termuntahkan begitu saja. Apa benar saya mau jadi politisi?, setahuku saya juga mau mendirikan sekolah, jadi advokat, diplomat, jadi pedagang tomat (punya perkebunan tomat maksudnya), sampe jadi penulis sekenario. Tapi kok kenapa satu kata itu saja yang keluar. Ah..tak apalah, sebab kalau kusebut semuanya, bisa bingung bapak itu. Sama seperti kebingungan Bapak di kampung atau teman-temanku di asrama. “ kamu itu ga focus, mau jadi apa sih???”.
Fokus, kata mereka saya harus fokus. Apakah fokus itu bisa diinterpretasikan cukup dengan hanya memiliki satu cita-cita saja sudah cukup?. Bukankah ramai dibicarakan soal kecerdasan ganda sebagai salah satu ciri anak-anak yang lahir pada kurun waktu 10 tahun ini dengan mengistilahkannya sebagai Generasi Platinum. Bagiku sederhana saja, mengutip pernyataan AA Gym “jangan takut bercita-cita”. Kalaupun tidak tercapai setidaknya kita puas telah pernah membayangkan sebelumnya. Lebih baik toh punya banyak cita-cita, daripada tak punya cita-cita sama sekali. Soal tercapai atau tidak urusan belakang. Bukankah juga THE SECRET menegaskan bahwa sesuatu akan menjadi kenyataan bilamana keinginan itu tertanam kuat dalam pikiran kita, intinya Pikiran menjadi kenyataan karena pikiran akan meneraik pikiran itu sendiri sehingga akan mempengaruhi seluruh alam raya ini untuk mengantarkan kita pada apa yang kita pikirkan.
Oke, kembali pada Bapak tadi. Ia lalu tertarik mengeksplorasi cita-citau kebih jauh. “Kau manu jadi politisi?”. “iya Pak, tapi intinya saya ingin menjadi bermanfaat untuk orang banyak. Jadi apapun itu pada akhirnya”. “ Iya, tanda kesuksesan itu telah ada”. Saya tak tahu maksud Bapak itu. “Kau harus jadi orang besar!, Jika saja saya tinggal di sebalah asramamu, ingin kuberikan semangat yang akan membangun jiwamu setiap hari”. “Sebab aku ingin kau menjadi orang besar!”. Saya hanya senyum saja, dan berterima kasih atas niatnya yang tulus itu. Bagiku persoalan menjadi orang besar, tak hanya pada profesi atau jabatan yang kita pangku. Akan tetapi seberapa mulia kita di mata Allah. Seberapa besar kemanfaatan kita untuk orang lain. Seberapa besar kontribusi kita untuk memakmurkan bumi ini, bukan sebaliknya menjadi beban bagi bumi. Karena kita tak mampu berbuat apa-apa. Bapak itu menyambung pembicaraan “ Tapi kau harus berani dan menjadi perekat dalam perpecahan yang terjadi di tengah ummat ini” . tiba-tiba terdapat gurat sedih di wajah Bapak itu. Wajar saja, saat ini ummat atas nama kepemahaman agama menjadi terkotak-kotakkan dalam kelompok masing-masing. Menjadi merasa paling benar. Akhirnya menjadi autis, sibuk dengan diri sendiri. Tidak peduli bahwa persatuan ummat itu PENTING!. Perkara berikut soal keberanian. Kata Bapak itu “kamu harus berani, sebab hanya keberanian yang mampu membuat kita menyuarakan kebenaran . Dengan keneranianlah kamu dapat melakukan itu semua”. Pernyataan bapak di stasiun itu kurang lebih sama dalam sambutan yang disampaikan oleh Pak Hidayat pada Peringatan HARBA ke-61 di mahkamah konstitusi. Bahwa kita harus berani. Hanya orang-orang yang memiliki keberanianlah yang bisa melakukan perubahan. Beranilah, mengungkapkan kebenaran, beranilah mengambil tindakan, beranilah dalam menyampaikan ide. Menurutku, hanya orang berani yang bisa memerdekakan dirinya. Perpisahan dengan Bapak itu berakhir di kereta, dengan sebuah kalimat perpisahan, “ kutunggu kabarmu, tapi bukan darimu”. Maksudnya?
Langganan:
Postingan (Atom)